Saturday, November 7, 2009

Bisnis Desain dan Percetakan Modal NOL

Bisnis Desain dan Percetakan Modal NOL


Memulai bisnis desain dan percetakan tidak sesulit yang diduga oleh banyak orang. Bisnis ini lebih bersifat jasa daripada produksi, kecuali Anda memulainya dengan membeli mesin cetak sendiri.
Modal awal yang dibutuhkan untuk menjadi pengusaha desain dan percetakan adalah relasi, ketekunan dan keseriusan, management waktu, dan pelayanan pelanggan. Anda dapat memulai bisnis ini dengan modal uang Nol, cukup memanfaatkan asset yang Anda miliki, seperti sepeda motor, komputer dan handphone.

Langkah-langkah yang dibutuhkan untuk memulai usaha ini adalah :


1. Mencari supplier kertas, seperti toko kertas, minta katalog contoh kertas beserta harga-harganya
2. Mencari perusahaan percetakan yang menerima jasa makloon (menerima ongkos cetak), tanyakan berapa tarif cetak perwarna, atau per proyek, mintalah informasi sedetail-detailnya tentang proses cetak, dan hal-hal yang mempengaruhi harga dan kualitas.
3. Mencari supplier pra cetak, seperti film separasi warna dan pembuatan plat cetak, pelajari tarif2 nya, dan spesifikasi file komputer yang dapat mereka terima, apakah mereka bisa menerima file output dari CorelDraw, Adobe Ilustrator, Freehand, dsb... Pelajari juga tarif2 nya.
4. Mencari perusahaan jasa desain, yang menerima order desain atau setting layout, kecuali Anda memiliki skill desain dan layout serta memiliki perangkat komputer dan printer sendiri.
5. Beli buku-buku desain, contoh2 desain brosur, logo, dsb.. sebagai ilustrasi buat calon pelanggan, sehingga mereka bisa menemukan style yang mereka inginkan, untuk kemudian kita kembangkan sendiri sesuai harapan pelanggan.
6. Belajarlah berhitung harga cetak seteliti mungkin sehingga harga jual bisa sangat bersaing.

Proses Kerja bisnis ini :


1. Pelanggan menceritakan kebutuhannya, harapannya dan spesifikasi benda cetaknya.
2. Anda membuat draft desain awal, mintakan persetujuan pelanggan, umumnya pelanggan meminta beberapa alternatif sehingga mereka dapat memilih.
3. Setelah draft desain awal disetujui, kembangkan desain tersebut sehingga layak untuk diproduksi, gunakan file2 foto yang resolusi tinggi (high resolution), convert file foto menjadi CMYK, sebab secara default file2 foto menggunakan format RGB, sehingga akan bermasalah jika langsung di proses pembuatan film jika tidak dikonversi ke format CMYK terlebih dahulu.
4. Print final desain untuk mendapat persetujuan pelanggan, pastikan tidak ada kesalahan pengetikan dan gambar, pastikan pelanggan menandatangani proof desain tersebut, hal ini diperlukan jika terjadi komplain dari pelanggan dikemudian hari.
5. Copy file desain menggunakan flash disk, kirim kepada perusahaan percetakan (jika mereka memiliki semua prangkat pra cetaknya), atau kirim kepada peruasahaan pra cetak, separasi film warna dan plat.
6. Beli kertas sesuai spesifikasi yang diminta pelanggan, minta kepada toko kertas untuk memotong kertas sesuai dengan final output yang diinginkan ditambah margin untuk percetakan (area kosong minimal yang dibutuhkan untuk proses cetak, koordinasikan kepada perusahaan percetakan tentang hal ini, setiap mesin memiliki spesifikasi yang berbeda).
7. Bawa kertas yang sudah Anda beli beserta film separasi warna dan plat cetak kepada percetakan, buat tanda terima dan perintah kerja, termasuk masalah harga dan janji tanggal penyelesainnya.
8. Umumnya perusahaan percetakan akan langsung memotong cetakan sesuai ukuran finalnya, dan umumnya juga memiliki fasilitas finishing seperti vernish, laminasi, lipat, dan jilid, jika mereka tidak memilikinya, maka bawa output cetak tersebut kepada perusahaan finishing.

Cara Pemasaran


1. Buat kartu nama yang berkualitas dengan desain yang menarik
2. Tentukan nilai tambah Anda, positioining Anda, apakah Anda menonjol diharga jual yang murah ? apakah kualitas desain yang baik ? apakah ketepatan waktu ? atau hal-hal lain yang menjadi nilai tambah dan membuat Anda berbeda dari pesaing-pesaing lainnya. Lakukan survey kepada perusahaan2 sejenis, apakah yang mereka berikan kepada pelanggan, apa kelemahan mereka, dsb...
3. Manfaatkan kenalan-kenalan Anda untuk menjadi pelanggan pertama Anda
4. Minta referensi dari pelanggan2 pertama Anda agar mengenalkannya kepada teman2 mereka
5. Buat brosur sederhana, namun menarik dan unik yang dapat digunakan untuk promosi saat ada event2 tertentu, dimana Anda dapat membagikan brosur2 tersebut kepada mereka yang menurut Anda prospektif.
6. Buat website informasi perusahaan Anda, dengan menampilkan kelebihan2 yang dimiliki. Website tidak harus berbayar, manfaatkan saja blog gratisan seperti wordpress, dsb... banyak theme / template desain yang menarik yang dapat meningkatkan image perusahaan Anda.
7. Lakukan pemasaran terencana, buat daftar prospek yang paling sesuai dengan kelebihan Anda. Kirim surat perkenalan, baik melalui pos atau email dan fax.
8. Jika ada pelanggan yang terlalu menuntut discount, jika ditolak maka Anda kehilangan order, namun jika diterima maka akan menurunkan image Anda menjadi murahan, maka solusinya adalah dengan beriklan diproduk cetakan tersebut, dengan menulis nama perusahaan dan logo di benda cetak tersebut, banyak pelanggan yang akan senang dengan solusi ini. Anda tidak terlalu rugi, margin memang tipis tapi Anda berkesempatan berpromosi kepada banyak orang.
9. Banyak lagi cara-cara pemasaran yang bisa dilakukan, seperti merekrut sales baik digaji tetap maupun freelance, semakin banyak yang Anda rekrut semakin besar peluang Anda mendapat proyek, karena mereka akan termotivasi dengan komisi yang Anda berikan.
10. Yang terpenting adalah MEREK, kembangkan merek yang menarik, mudah diingat dan sesuai dengan konsep bisnis Anda. Karena relasi merek dengan konsep bisnis Anda sangat penting. Percetakan yang murah = Percetakan Cerah, Percetakan yang Desainnya Unik = Pernik, dst... Konsumen harus bisa menghubungkan merek Anda dengan konsep bisnis Anda. Fokus adalah kuncinya!

Modal


1. Jika melihat proses diatas, maka tidak diperlukan modal besar untuk usaha ini, malah bisa modal NOL, dengan memulainya sebagai makelar, mencari proyek sendiri, membawanya kepada perusahaan desain, membawa hasilnya kepada percetakan, dst...
2. Kendaraan memang sangat diperlukan untuk mobilitas tinggi, karena Anda harus ketempat pelanggan, membeli kertas, membawanya ke percetakan, dsb... namun sepeda motor sudah mencukupi. Kalau jumlah barang banyak, biasanya percetakan tempat kita mencetak akan bersedia membantu mengirimkan barang menggunakan mobil milik mereka kepada alamat pengiriman yang diminta pelanggan kita.
3. Kalau Anda memiliki kemampuan desain yang baik, maka sebuah komputer dan printer laser sudah mencukupi untuk memulai usaha. Kalau tidak mempunyai printer maka bisa mencetaknya di warnet dan perusahaan jasa printing digital yang sekarang banyak tersedia.
4. Tempat, tidak selalu menjadi syarat mutlak, gunakan rumah atau tempat tinggal Anda sebagai alamat, atau bekerjasama dengan teman yang memiliki lokasi yang cukup strategis, atau menyewa ruko kecil sebagai kantor.

Kunci Sukses


1. Jeli memilih supplier dan percetakan yang berkualitas, harga bersaing dan tepat waktu dalam pengerjaan.
2. Desain2 yang dihasilkan memiliki konsep, tidak asal artistik, namun memiliki konsep yang sesuai dengan konsep pemasaran / produk pelanggan.
3. Pelayanan pelanggan, ini benar2 mutlak, lakukan pendekatan personal kepada pelanggan, bicarakan masalah2 pribadi, sehingga mereka akrab dan nyaman berbisnis dengan Anda.
4. Tepati Janji, tepat waktu ! jangan banyak janji tapi tidak ada bukti, lebih baik berjanji sedikit tapi memberikan lebih, daripada berjanji lebih tapi memberikan kurang. Jangan over promise!

Penutup


Persaingan bisnis percetakan dan desain sudah sangat banyak, namun jangan khawatir, rezeki Anda Allah Ta'ala yang menentukan, Anda hanya diperintahkan untuk berusaha dengan memperbaiki mata pencaharian dan bertakwa, agar rezeki turun.
Perbaiki cara berbisnis dengan menemukan konsep yang tepat, unik dan tidak banyak dilakukan orang. Pilih positioning yang tepat, jangan asal terima proyek, kembangkan merek dan fokus bisnis yang kuat pada satu konsep saja, bangun merek dengan sungguh-sungguh, sehingga tercipta image positif dari merek tersebut.
Demikian sharing peluang bisnis ini, semoga bermanfaat.
Wassalamualaikum
Fadil Fuad Basymeleh

Objek PPh

Objek PPh
Atas penghasilan berupa bunga deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia dipotong Pajak Penghasilan yang bersifat final.
Yang dimaksud dengan deposito adalah deposito dengan nama dan dalam bentuk apapun, termasuk deposito berjangka, sertifikat deposito dan deposit on call baik dalam rupiah maupun dalam valuta asing yang ditempatkan pada atau diterbitkan oleh bank.
Sedangkan yang dimaksud dengan tabungan adalah simpanan pada bank dengan nama apapun, termasuk giro, yang penarikannya dilakukan menurut syarat-syarat tertentu yang ditetapkan oleh masing-masing bank.
Termasuk dalam pengertian deposito dan tabungan seperti tersebut di atas adalah deposito dan tabungan dalam rupiah maupun valuta asing yang ditempatkan di luar negeri melalui bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia.
Sedangkan setoran pelunasan Ongkos Naik Haji adalah bukan merupakan deposito atau tabungan

Tarif
Pengenaan Pajak Penghasilan atas bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat  Bank lndonesia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 1 adalah sebagai berikut :
a.       terhadap Wajib Pajak dalam negeri dan bentuk usaha tetap dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto, dalam hal jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank Indonesia tersebut lebih dari Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah), dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah.
b.      terhadap Wajib Pajak luar negeri, dikenakan pajak final sebesar 20% (dua puluh persen) dari jumlah bruto atau dengan tarif berdasarkan Perjanjian Penghindaran Pajak Berganda yang berlaku,

Pengecualian
Pemotongan pajak sebagaimana seperti tersebut diatas tidak dilakukan terhadap :
a.       bunga dari deposito dan tabungan serta diskonto Sertifikat Bank Indonesia sepanjang jumlah deposito dan tabungan serta Sertifikat Bank lndonesia tersebut tidak melebihi Rp 7.500.000,00 (tujuh juta lima ratus ribu rupiah) dan bukan merupakan jumlah yang dipecah-pecah;
b.      bunga dan diskonto yang diterima atau diperoleh bank yang didirikan di Indonesia atau cabang bank luar negeri di Indonesia;
c.       bunga deposito dan tabungan serta diskonto sertifikat Bank Indonesia yang diterima atau diperoleh Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan oleh Menteri Keuangan sepanjang dananya diperoleh dari sumber pendapatan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 29 Undang-undang Nomor 11 Tahun 1992 tentang Dana Pensiun; Perlakuan tidak dikenakan pemotongan Pajak Penghasilan sebagaimana dimaksud dalam ayat (1) dapat diberikan berdasarkan Surat Keterangan Bebas (SKB) Pemotongan PPh atas           Bunga Deposito dan Tabungan serta Diskonto Sertifikat Bank Indonesia, yang diterbitkan oleh Kantor Pelayanan Pajak (KPP) tempat Dana Pensiun yang bersangkutan terdaftar.
d.      bunga tabungan pada bank yang ditunjuk Pemerintah dalam rangka pemilikan rumah sederhana dan sangat sederhana, kaveling siap bangun untuk rumah sederhana dan sangat sederhana, atau rumah susun sederhana sesuai dengan ketentuan yang berlaku, untuk dihuni sendiri.

Pemotong PPh
a.       Bank pemberi bunga dan Bank Indonesia wajib memotong Pajak Penghasilan sesuai tarif yang telah ditetapkan.
b.      Dana Pensiun yang pendiriannya telah disahkan Menteri Keuangan dan bank yang menjual kembali Sertifikat Bank Indonesia kepada pihak lain yang bukan Dana Pensiun yang pendiriannya belum disahkan oleh Menteri Keuangan dan bukan bank wajib memotong Pajak Penghasilan atas diskonto Sertifikat Bank Indonesia tersebut.

Pajak Penghasilan Final (PPh Final)

Pajak Penghasilan Final (PPh Final) merupakan salah satu cara pemerintah menarik pajak dari wajib pajak dengan cara yang sederhana. Disebut sederhana karena wajib pajak dapat menghitung pajak dengan sekali hitung yaitu, penghasilan bruto kali tarif. Tidak ada tarif progresif, tidak ada biaya yang harus dikurangkan, dan tidak dapat dikreditkan di SPT Tahunan. Sekali bayar PPh Final, beres urusan.

Keuntungan PPh Final, yaitu : sederhana, dan mudah dilakukan oleh orang awam sekalipun. Sedangkan kerugiannya berkaitan dengan rasa keadilan. Tidak ada istilah rugi bagi PPh Final. Juga tidak ada tarif progresif sehingga semua membayar dengan tarif yang sama, baik non pengusaha maupun bagi pengusaha konglomerat.

Berikut ini adalah penghasilan-penghasilan yang dikenakan PPh Final :

a). Penghasilan yang diterima/diperoleh dari transaksi penjualan saham di Bursa Efek, terdiri dari tarif 0,1% untuk saham bukan pendiri; dan tarif 0,6% untuk saham pendiri.

b). Penghasilan yang diterima/diperoleh berupa bunga dan atau diskonto obligasi yang diperdagangkan di Bursa Efek, tarifnya 20%

c). Penghasilan bunga deposito, termasuk simpanan pada Bank Dalam Negeri yang memiliki cabang di Luar Negeri, bunga tabungan, jasa giro, dan diskonto SBI, tarifnya 20%

d). Penghasilan berupa hadiah undian, tarifnya 25%. Tarif PPh hadiah berbeda antara hadiah undian dengan hadiah bukan undian. Ciri hadiah undian antara lain bersifat spekulasi, untung-untungan. Penghasilan hadiah bukan undian tidak final.

e). Penghasilan sewa tanah dan/atau bangunan, tarifnya 10%.

f). Pengalihan hak atas tanah dan atau bangunan, pengalihan lebih luas daripada jual beli, yang diterima oleh : [1] WP Badan yang usaha pokoknya bukan jual beli tanah dan bangunan; [2) WP Orang Pribadi, Yayasan dan organisasi sejenis; [3] Sewa Guna Usaha dengan hak opsi atau capital lease; [4] Sale and lease back; [5] Perjanjian Bangunan Guna Serah (Built Operate and Transfer); semua tarifnya 5%.

g). Penghasilan selisih lebih karena revaluasi aktiva tetap, tarifnya 10%

PPh Final diatas, a). sampai dengan g)., termasuk PPh Pasal 4 (2).

h). Pelayaran Dalam Negeri, tarifnya 1,2%

i). Penerbangan Dalam Negeri, tarifnya 1,8%

j). Pelayaran dan atau Penerbangan Luar Negeri, tarifnya 2,64%

k). Wajib Pajak Luar Negeri yang Mempunyai Kantor Perwakilan Dagang di Indonesia, tarinya 0,44%

PPh Final diatas, h). sampai dengan k)., termasuk PPh Pasal 15.

l). Uang tebusan pensiun, uang THT atau JHT, uang pesangon yang diterima pegawai atau mantan pegawai, terdiri dari empat macam tarif : [1] tarif 5% untuk Rp.25 juta sampai dengan Rp.50 juta; [2] tarif 10% untuk Rp.50 juta sampai dengan Rp.100 juta; [3] tarif 15% untuk Rp.100 juta sampai dengan Rp.200 juta; dan [4] tarif 25% untuk diatas Rp. 200. juta

Contoh : si Dadap di PHK dan mendapatkan pesangon sebesar Rp. 300 juta. Maka perhitungan PPh Final atas uang pesangon tersebut :
Rp. 0,- sampai dengan Rp.25 juta, PPh Finalnya Nihil
Rp.25 juta s.d. Rp.50 juta, Rp.25.000.000 x 5% = Rp.1.250.000
Rp.50 juta s.d. Rp.100 juta, Rp.50.000.000 x 10% = Rp.5.000.000
Rp.100 juta s.d. Rp.200 juta, Rp. Rp.100.000.000 x 15% = Rp.15.000.000
Diatas Rp.200 juta, Rp.100.000.000 x 25% = Rp.25.000.000
Total PPh Final yang harus dibayar Rp.46.250.000

PPh Final diatas termasuk PPh Pasal 21.

m). Penjualan Hasil Produksi Tertentu di Dalam Negeri, yaitu ada tujuh produk : [1] Industri rokok, tarifnya 0,15% dari harga bandrol; [2] BBM jenis Premium, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%; [3] BBM jenis Solar, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%; [4] BBM jenis Pertamax / Pertamax plus, untuk SPBU swasta tarifnya 0,3% dan untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,25%; [5] BBM jenis Minyak Tanah, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%; [6] BBM jenis gas / LPG, untuk SPBU Pertamina tarifnya 0,3%; [7] Pelumas Pertamina di SPBU Pertamina, tarifnya 0,3%

PPh Final diatas termasuk PPh Pasal 22.


c). Bunga Simpanan yang Dibayarkan Koperasi yang Jumlahnya Melebihi Rp240.000/Bulan, tarifnya Rp. 15% dari penghasilan bruto

PPh Final diatas termasuk PPh Pasal 23

TATA LAKSANA KEPABEANAN DI BIDANG EKSPOR

TATA  LAKSANA  KEPABEANAN  DI  BIDANG  EKSPOR
(PERATURAN DIREKTUR JENDERAL BEA DAN CUKAI NOMOR P-40/BC/2008)
 PENYAMPAIAN  PEB  KE  KANTOR  PABEAN  PEMUATAN
  1. Data elektronik atau tulisan diatas formulir (PDE , media penyimpan data elektronik)
  2. paling cepat 7 (tujuh) hari sebelum tanggal perkiraan ekspor dan paling lambat sebelum dimasukkan ke kawasan pabean
  3. sebelum keberangkatan sarana pengangkut PEB atas barang curah yang dimuat ke sarana pengangkut
  4. secara periodik paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah pemeriksaan jumlah pengiriman pada alat ukur yang ditetapkan è PEB atas ekspor tenaga listrik, barang cair atau gas melalui transmisi atau saluran pipa
PEB  tidak wajib atas ekspor meliputi:
  1. barang pribadi penumpang
  2. barang awak sarana pengangkut
  3. barang pelintas batas
  4. barang kiriman melalui PT. Pos Indonesia dengan berat tidak melebihi 100 (seratus) kilogram.
BARANG EKSPOR KHUSUS
  1. barang kiriman
  2. barang pindahan
  3. barang perwakilan negara asing atau badan internasional
  4. barang ibadah untuk umum, sosial, pendidikan, kebudayaan, atau olahraga,
  5. barang cinderamata
  6. barang contoh
  7. barang keperluan penelitian
UNTUK KANTOR YANG SUDAH PDE, DAPAT  DISAMPAIKAN  OLEH  EKSPORTIR  DENGAN  MENGGUNAKAN  TULISAN  DIATAS  FORMULIR, KECUALI BARANG KIRIMAN
 Ekspor melalui Perusahaan Jasa Titipan (PJT)
  1. harus berstatus sebagai PPJK
  2. bertindak sebagai Eksportir
  3. wajib serahkan lembar lanjutan lengkap dengan nomor pos tarif paling lama 7 hari setelah PEB mendapat nomor dan tanggal pendaftaran
PJT dapat memberitahukan dalam satu PEB untuk beberapa pengirim barang
Ekspor  melalui PJT tidak diperlakukan sebagai Barang Ekspor yang mendapat fasilitas KITE atau berasal dari TPB
EKSPOR BARANG KENA CUKAI
Eksportir  wajib  cantumkan  nomor  dan  tanggal  dokumen  pelindung  pengangkutan  dari  pabrik  atau  tempat  penyimpanan  ke  pelabuhan  pemuatan  (CK-8)  pada  PEB untuk BKC yang belum dilunasi cukainya
 Pembayaran PNBP
  1. paling lambat pada saat penyampaian PEB
  2. setelah penyampaian PEB  PEMBAYARAN PNBP BERKALA
Tempat Pembayaran
  1. Bank Devisa Persepsi
  2. Pos Persepsi
  3. Kantor Pabean Pemuatan
PEMBAYARAN  BEA  KELUAR
  1. paling lambat pada saat penyampaian PEB
  2. paling lama 60 (enam puluh) hari sejak tanggal keberangkatan sarana pengangkut
Barang ekspor dengan karakteristik tertentu (PASAL  8 AYAT (3) PP 55 THN 2008 Menteri dapat menetapkan barang ekspor dengan karakteristik tertentu )
PEMERIKSAAN FISIK TERHADAP BARANG EKSPOR
  1. Akan diimpor kembali
  2. Pada saat impornya ditujukan untuk diekspor kembali
  3. mendapat fasilitas KITE
  4. Dikenai Bea Keluar
  5. Berdasarkan Informasi dari DitJen Pajak
  6. NHI
Kecuali terhadap EKSPORTIR TERTENTU yang atas barang ekspornya:
  1. mendapat fasilitas KITE dengan pembebasan bea masuk dan/atau cukai; atau
  2. dikenai Bea Keluar
EKSPORTIR  TERTENTU
Reputasi eksportir : Eksportir yang berstatus sebagai importir jalur prioritas atau importir lain yang mendapat status yang dipersamakan dengan importir jalur prioritas diperlakukan sebagai Eksportir tertentu
Ditetapkan oleh : Direktur Penindakan dan Penyidikan
  1. tidak pernah melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai yang dikenai sanksi administrasi dalam kurun waktu 1 (satu) tahun terakhir;
  2. tidak mempunyai tunggakan hutang bea masuk, Bea Keluar, cukai, dan pajak;
  3. telah menyelenggarakan pembukuan berdasarkan rekomendasi Direktur Audit; dan/atau
  4. telah memperoleh rekomendasi dari Direktorat Jenderal Pajak sebagai wajib pajak patuh
PEMBATALAN EKSPOR
  1. Wajib dilaporkan oleh ekspor tir secara tertulis kepada pejabat pemeriksa dokumen ekspor paling lama 3 hari kerja terhitung sejak keberangkatan sarana pengangkut yang tercantum dalam peb
  2. Tidak lapor atau terlambat lapor  sanksi  administrasi berupa denda
  3. Tidak diperiksa fisik , kec nota hasil intelijen
PEMBETULAN DATA PEB
Pembetulan mengenai :
  1. Jenis barang
  2. Jumlah barang
  3. Nomor peti kemas
  4. Jenis valuta
  5. Nilai FOB barang
dapat dilayani sebelum barang masuk ke Kawasan Pabean, kecuali dalam hal :
  1. Short shipment atau ekspor barang curah  paling lama 3 hari
  2. Karakteristik tertentu paling lama 60 hari
BARANG EKSPOR YANG DIKENAI BEA KELUAR,
  1. Karena kekhilafan yang nyata (salah hitung atau salah penerapan aturan) è setelah mendapat persetujuan Kepala Kantor / PFPD
  2. Pembetulan tanggal perkiraan ekspor
Tidak dilayani, jika :
  1. Temuan pejabat pemeriksa dokumen ekspor
  2. Telah mendapat penetapan pejabat pemeriksa dokumen ekspor
Paling lama 1 bulan sejak peb mendapat nomor & tanggal pendaftaran
  1. Tidak diperiksa fisik
  2. Kesalahan data PEB è paling lama 1 bulan sejak peb mendapat nomor & tanggal pendaftaran
PEMBETULAN TANGGAL PERKIRAAN EKSPOR ATAS BARANG EKSPOR YANG DIKENAI BEA KELUAR
  1. Hanya dapat dilakukan dalam hal barang ekspor telah dimasukkan ke kawasan pabean
  2. diajukan dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pendaftaran PEB
  3. tanggal perkiraan ekspor yang baru tidak melampaui tanggal perkiraan ekspor yang dibetulkan, dalam hal barang ekspor ditimbun atau dimuat ditempat lain diluar kawasan pabean
Jika tidak memenuhi ketentuan diatas, dilakukan pembatalan PEB dan diajukan PEB baru
TIDAK DAPAT DILAKUKAN PEMBETULAN DATA PEB  DILAKUKAN   PEMBATALAN  SEPANJANG  BELUM  DIMUAT DI SARANA  PENGANGKUT
Terhadap kesalahan data peb mengenai:
  1. Jenis/kategori ekspor (umum, mendapat fasilitas kite, khusus, TPB, re-impor, re-ekspor)
  2. Jenis fasilitas yang diminta
  3. Kantor pabean pemuatan
PEMBATALAN PEB
  1. Permohonan pembatalan PEB
  2. Eksportir menyampaikan PEB baru
  3. Untuk barang ekspor dikenai bea keluar eksportir wajib mengajukan pembatalan peb terhadap:
Barang ekspor yang belum dimasukkan ke kawasan pabean paling lambat s.d. tanggal perkiraan ekspor
Pengajuan pembetulan tanggal perkiraan ekspor melewati 30 hari sejak pendaftaran PEB, dalam hal telah dimasukkan ke kawasan pabean
Pembetulan tanggal perkiraan ekspor yang baru melampaui tanggal perkiraan ekspor yang dibetulkan, dalam hal barang ekspor ditimbun atau dimuat ditempat lain diluar kawasan pabean
Kerusakan peti kemas atau kemasan (barang sdh di kawasan pabean)
SELURUH :
  1. Pembatalan peb
  2. Diberitahukan kepada pejabat pemeriksa dokumen ekspor
  3. Dilakukan pemeriksaan fisik  sebelum dikeluarkan dari kawasan pabean
SEBAGIAN
  1. Pembetulan peb
  2. Diberitahukan kepada pejabat pemeriksa dokumen ekspor
  3. Dilakukan pemeriksaan fisik  sebelum dikeluarkan dari kawasan pabean
DOKUMEN PENGELUARAN  SPPBE
PEMBATALAN PKBE (Pemberitahuan Konsolidasi Barang Ekspor)
  1. Permohonan pembatalan
  2. Dilakukan oleh pihak yang melakukan konsolidasi
  3. Sebelum barang ekspor dimuat di sarana pengangkut
PEMBETULAN DATA PKBE
Pengajuan pembetulan:
  1. Sebelum masuk kawasan pabean
  2. Setelah masuk kawasan pabean:
Adanya keputusan pengusaha TPS yang mengakibatkan pengurangan jumlah barang ekspor dari dalam peti kemas dan berkurangnya jumlah dokumen PEB yang tercantum dalam PKBE
Pembetulan hanya dapat dilakukan terhdap data jumlah dokumen, nomor dan tanggal PEB
Mendapat persetujuan pejabat
PENYAMPAIAN:
  1. Sistem PDE Kepabeanan
  2. Tulisan diatas formulir
  3. SEMUA ELEMEN DATA, KECUALI
  4. Identitas pihak yang melakukan konsolidasi
  5. Kode kantor pabean pemuatan


Ketentuan
  1. Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor : 228/MPP/Kep/7/1997 tanggal 4 Juli 1997;
  2. Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor : 558/MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor;
  3. Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor ; 385/MPP/Kep/6/2004 tentang Perubahan dari Keputusan Menteri Perdagangan dan Perindustrian Nomor : 558/MPP/Kep/12/1998 tanggal 4 Desember 1998 tentang Ketentuan Umum di Bidang Ekspor
  4. Peraturan Menteri Perdagangan RI Nomor : 07/M-DAG/PER/4/2005 tanggal 19 April 2005 Tentang Perubahan Atas Lampiran Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor : 558/MPP/KEP/12/1998 Tentang Ketentuan Umum Dibidang Ekspor Sebagaimana Telah Beberapakali Diubah Terakhir Dengan Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Nomor ; 385/MPP/Kep/6/2004.
PENGGOLONGAN  PEMBATASAN & LARANGAN EKSPOR
Barang yang diatur ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan oleh eksportir terdaftar;
  1. Maniok, khusus ekspor tujuan negara eropa;
  2. Kopi;
  3. Tekstil dan produk tekstil, khususnya untuk ekspor tujuan negara kuota (USA, Uni Eropa, Kanada, Norwegia, dan Turki);
  4. Lembaran kayu venir dan lembaran kayu lapis.
Barang yang diawasi ekspornya adalah barang yang ekspornya hanya dapat dilakukan dengan persetujuan Menteri Perindustrian dan Perdagangan; 
  1. Sapi, bibit sapi, dan kerbau;
  2. Ikan dalam keadaan hidup yaitu Ikan dan anak ikan Napoleon Wrasse (Cheilinus Undulatus), benih ikan Bandeng (nener), ikan dan anak ikan Arwana jenis Sclerophages Jardini, Inti kelapa sawit (palm kernel);
  3. Minyak dan gas bumi;
  4. Pupuk Urea;
  5. Kulit buaya dalam bentuk wet blue;
  6. Binatang / satwa liar dan tumbuhan yang dilindungi yang termasuk dalam Appendix 2 CITES;
  7. Perak dalam segala bentuk kecuali dalam bentuk perhiasan;
  8. Emas dalam segala bentuk kecuali dalam bentuk perhiasan;
  9. Limbah dan skrap Ferro hasil peleburan skrap besi atau baja (khusus yang berasal dari P. Batam);
  10. Limbah dan skrap dari Baja stainless, Tembaga, Kuningan, dan Aluminium
Barang yang dilarang ekspornya adalah barang yang tidak boleh diekspor;
  1. Ikan dalam keadaan hidup : Ikan dan anak ikan Arwana jenis Sclerophages Formosus, Benih ikan Sidat (Anguila SPP) dibawah ukuran 5 mm, Ikan hias air tawar jenis Botia macracanthus ukuran 15 cm keatas, Udang galah air tawar dibawah ukuran 8 cm, Induk dan calon induk Udang Penaeidae, Karet bongkah;
  2. Barang kuno yang bernilai kebudayaan (benda cagar budaya);
  3. Binatang liar dan tumbuhan alam yang dilindungi yang termasuk dalam Appendix 1 dan 3 CITES;
  4. Bahan-bahan remiling : Slabs, Lumps, Scraps, Karet Tanah, Unsmoked Shets, Blanked sheets, Smoked lebih rendah dari kualitas IV, Remilled 4, Cutting C, Blanked D. off, Kulit mentah, pickled dan wet blue dari binatang melata (kecuali kulit buaya dalam benuk wet blue).
Barang yang bebas ekspornya adalah barang yang tidak termasuk pengertian diatas.


RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN UJI SUBSTANTIF

RISIKO DETEKSI DAN RANCANGAN UJI SUBSTANTIF


A.     PENENTUAN  RISIKO DETEKSI
Risiko deteksi adalah risiko bahwa auditor tidak akan dapat mendeteksi salah saji material yang ada dalam suatu asersi. Suatu rencana tingkat risiko deteksi yang bisa diterima harus ditetapkan untuk setiap asersi laporan keuangan yang signifikan. Apapun tingkat risiko yang digunakan auditor ( cara kualitatif atau cara non-kuantitatif ), rencana risiko deteksi ditentukan berdasarkan hubungan yang dinyatakan dengan model sebagai berikut :
                                       RA
                     RD  =                 
                                  RB x RP 

Model di atas menunjukkan bahwa pada suatu tingkat risiko audit tertentu (RA) yang ditetapkan auditor, risiko deteksi (RD) adalah berhubungan terbalik dengan tingkat risiko bawaan (RB) dan risiko pengendalian (RP) yang ditentukan. Apabila digunakan dalam tahap perencanaan untuk menetapkan rencana risiko deteksi, maka RP mencerminkan rencana tingkat risiko pengendalian yang ditetapkan sebagai komponen pertama dari strategi audit awal.
Rencana risiko deteksi adalah dasar untuk menetapkan rencana tingkat pengujian substantif yang ditentukan oleh auditor sebagai komponen terakhir dalam penetapan strategi audit awal untuk suatu asersi.
  1. Evaluasi Atas Rencana Tingkat Pengujian Substantif
            Setelah mendapat pemahaman tentang kebijakan dan prosedur struktur pengendalian intern yang relevan dan menentukan risiko pengendalian untuk asersi-asersi laporan keuangan, auditor harus membandingkan antara tingkat risiko pengendalian sesungguhnya dengan rencana tingkat risiko pengendalian untuk asersi yang bersangkutan. Apabila tingkat risiko pengendalian akhir sama dengan tingkat risiko pengendalian awal, auditor bisa melangkah ke tahap perancangan pengujian substantif spesifik berdasarkan rencana tingkat pengujian substantif yang telah ditetapkan sebagai komponen terakhir dari strategi audit awal. Namun apabila tidak, tingkat pengujian substantif harus direvisi sebelum merancang pengujian substantif spesifik untuk mengakomodasi tingkat risiko deteksi yang bisa diterima setelah direvisi.       
  1. Merevisi Rencana Risiko Deteksi
            Apabila memungkinkan, tingkat risiko deteksi yang dapat diterima setelah direvisi ditetapkan untuk setiap asersi dengan cara yang sama seperti rencana risiko deteksi, kecuali bahwa penetapannya didasarkan pada risiko pengendalian sesungguhnya bukan pada rencana tingkat risiko  pengendalian untuk asersi yang bersangkutan.

B.     PENETAPAN RISIKO DETEKSI UNTUK PENGUJIAN    SUBSTANTIF YANG BERBEDA ATAS ASERSI YANG SAMA
Dalam merancang pengujian substantif, auditor kadang – kadang menginginkan untuk menetapkan tingkat risiko deteksi berbeda yang akan digunakan dalam pengujian substantif yang berbeda pula mengenai asersi yang sama.
1.      Perancangan Pengujian Substantif
            Pengujian substantif di satu sisi bisa menghasilkan bukti tentang kewajaran setiap asersi lapoaran keuangan yang signifikan, dan di sisi lain pengujian substantif juga bisa menghasilkan bukti yang menunjukkan adanya kekeliruan jumlah rupiah atau salah saji dalam pencatatan atau pelaporan transaksi dan saldo – saldo. Perancangan pengujian substantif meliputi penentuan sifat, saat dan luas pengujian yang diperlukan untuk memenuhi tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi.  
2.      Sifat Pengujian Substantif
            Sifat pengujian substantif berhubungan dengan jenis dan efektivitas prosedur pengauditan yang akan dilakukan. Apabila tingkat risiko deteksi yang dapat diterima rendah, auditor harus menggunakan prosedur yang lebih efektif yang biasanya lebih mahal. Apabila tingkat risiko deteksi yang dapat diterima tinggi, auditor dapat menggunakan prosedur yang kurang efektif yang lebih murah. Pengujian substantif terdiri dari tiga jenis yaitu :

a.       Prosedur Analitis
Prosedur analitis seringkali dipandang kurang efektif bila dibandingkan dengan pengujian detil. Namun demikian, dalam keadaan tertentu prosedur ini justru dipandang lebih efektif. Sebagai contoh, perbandingan antara jumlah seluruh pembayaran kepada seorang pemasok dengan barang yang sesungguhnya diterima, bisa memberi petunjuk tentang adanya kelebihan pembayaran. Hal ini mungkin tidak terdeteksi pada waktu dilakukan pengujian atas masing – masing transaksi pembayaran kepada pemasok.
Dalam hal tertentu jika prosedur analitis dipandang efektif, pelaksanaan prosedur ini juga bisa menghemat biaya audit. Hal seperti itu biasanya nampak pada audit atas perusahaan – perusahaan tertentu seperti perusahaan listrik, gas, dan telepon.
PSA No.22, Prosedur Analitis ( SA 329.11 ), menyatakan bahwa efektivitas dan efisiensi prosedur analitis tergantung pada :
·        Sifat asersi
·        Kelayakan dan kemampuan untuk memprediksi suatu hubungan
·        Tersedianya dan keandalan data yang digunakan untuk membuat taksiran
·        Ketepatan taksiran

Apabila hasil prosedur analitis sesuai dengan taksiran, dan tingkat risiko deteksi yang bisa diterima untuk asersi tinggi, maka auditor tidak perlu melakukan pengujian detil. Prosedur analitis biasanya ,tidak begitu mahal biaya pelaksanaannya. Oleh karena itu, auditor perlu mempertimbangkan seberapa jauh prosedur ini dapat digunakan untuk mencapai tingkat risiko deteksi yang dapat diterima sebelum auditor memutuskan untuk melakukan pengujian detil.  
b.      Pengujian Detil Transaksi
Pengujian detil transaksi terutama berupa penelusuran ( Tracing ) dan pencocokan ke dokumen pendukung ( vouching ). Sebagai contoh, detil transaksi bisa ditelusur dari dokumen pendukung. Misalnya faktur penjualan dan voucher ke dalam catatan akuntansi seperti jurnal penjualan dan dan register voucher.
Dalam pengujian ini auditor memeriksa sebagian ( dengan sampel ) atau seluruh pendebetan dan pengkreditan atas suatu rekening. Hasil pengujian tersebut digunakan untuk menarik kesimpulan tentang saldo rekening yang bersangkutan. Pengujian ini biasanya dilakukan dengan menggunakan dokumen-dokumen yang terdapat dalam arsip klien. Efektivitas pengujian tergantung pada prosedur dan dokumen yang digunakan.
Pengujian detil transaksi biasanya lebih banyak menyita waktu dan biayanya juga lebih mahal. Efisiensi biaya akan tercapai bila auditor melaksanakan pengujian berbarengan dengan pengujian pengendalian yang disebut pengujian bertujuan ganda.    
c.       Pengujian Detil Saldo – Saldo
Pengujian detil atas saldo – saldo dilakukan untuk mendapatkan bukti secara langsung tentang sebuah saldo rekening, dan bukan pada masing – masing pendebetan atau pengkreditan yang telah menghasilkan saldo tersebut.
Efektifitas pengujian ini juga tergantung pada prosedur yang digunakan dan tipe bukti yang diperoleh. Berikut adalah contoh bagaimana efektifitas pengujian atas saldo – saldo dapat direncanakan untuk memenuhi berbagai tingkat risiko deteksi untuk asersi penilaian atau pengalokasian rekening kas di bank.

Risiko Deteksi
Pengujian Detil atas Saldo-Saldo
Tinggi
Periksa sekilas (scan) rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan verifikasi ketelitian perhitungan dalam rekonsiliasi
Moderat
Review rekonsiliasi bank yang dibuat klien dan verifikasi bagian-bagian penting rekonsiliasi serta ketelitian perhitungan dalam rekonsiliasi
Rendah
Buatlah rekonsiliasi bank dengan menggunakan laporan bank yang diperoleh dari klien dan periksa bagian-bagian penting rekonsiliasi serta ketelitian perhitungan
Sangat Rendah
Dapatkan laporan bank langsung dari bank, buatlah rekonsiliasi bank, dan verifikasi semua hal yang direkonsiliasi serta ketelitian perhitungan

Dari ilustrasi di atas dapat disimpulkan bahwa apabila risiko deteksi tinggi, maka auditor cukup menggunakan dokumen intern dan melakukan hanya sedikit prosedur audit. Apabila risiko deteksi sangat rendah, auditor akan menggunakan dokumen yang diperoleh langsung dari bank dan melaksanakan prosedur audit yang ekstensif.
Pengujian detil atas saldo-saldo sering melibatkan dokumen-dokumen ekstern dan pengetahuan langsumg dari auditor. Oleh karena itu, penggunaan prosedur tersebut akan sangat efektif, namun di sisi lain akan memakan waktu dan biaya yang relatif mahal.
3.      Saat Pengujian Substantif
            Tingkat risiko deteksi yang dapat diterima bisa berpengaruh pula pada saat pengujian substantif. Apabila risiko deteksi tinggi, pengujian bisa dilakukan beberapa bulan sebelum akhir tahun. Sebaliknya apabila risiko deteksi untuk suatu deteksi rendah, maka pengujian substantif biasanya akan dilakukan pada tanggal akhir tahun atau mendekati  akhir tahun.
            Auditor bisa melakukan pengujian substantif atas detil suatu rekening pada tanggal interim. Keputusan untuk melakukan pengujian sebelum tanggal neraca harus didasarkan pada pertimbangan apakah auditor dapat :
·        Mengendalikan tambahan risiko audit bahwa salah saji material yang ada pada saldo rekening pada tanggal neraca tidak akan terdeteksi oleh auditor.
·        Mengurangi biaya untuk melaksanakan pengujian substantif pada akhir tahun guna memenuhi tujuan audit yang direncanakan, sehingga pengujian sebelum tanggal neraca bisa menjadi lebih murah.

            Tambahan risiko audit potensial akan dapat dikendalikan apabila pengujian substantif pada periode yang tersisa akan dapat memberi dasar yang layak untuk perluasan kesimpulan audit dari pengujian yang dilakukan pada tanggal interim ke tanggal neraca. Kondisi- kondisi yang bisa berpengaruh pada pengendalian risiko ini adalah :
1.      struktur pengendalian interen selama periode tersisa cukup efektif.
2.      tidak terdapat keadaan atau kondisi yang mempengaruhi manajemen untuk membuat salah saji dalam laporan keuangan selama periode tersisa
3.      saldo rekening akhir tahun yang diperiksa pada tanggal interimbisa diprekdisi secara masuk akal, baik mengenai jumlah , hubungan signifikan ,maupun komposisinya
4.      sistem akuntansi klien akan memberi informasi mengenai transaksi tak biasa yang signifikan dan fluktuasi signifikan yang mungkin terjadi pada periode tersisa.

            Pengujian subtantif sebelum tanggal neraca tidak menghilangkan kebutuhan akan pengujian subtantif pada tanggal neraca. Pengujian untuk periode tersiksa harus mencakup:
·        perbandingan saldo rekening rekening pada dua tanggal untuk mengidentifikasi jumlah jumlah yang nampak tidak biasa dan penyelidikan atas jumlah tersebut.
·        prosedur analitis lain atau pengujian substantive detil lainnya untuk mendapatkan dasar yang layak untuk memperluas kesimpulan audit interim ke tanggal neraca.


            Apabila direncanakan dan dilaksanakan dengan tepat, gabungan pengujian substantif sebelum tanggal neraca dan pengujian substantif untuk periode tersisa akan menghasilkan bukti kompeten yang cukup bagi auditor sebagai dasar yang layak untuk memberikan pendapat mengenai laporan keuangan klien.
4.      Luas Pengujian Substantif
            Diperlukan bukti yang lebih banyak untuk  mencapai tingkat resiko deteksi rendah yang bisa diterima dibandingkan dengan risiko deteksi tinggi. Auditor bisa menentukan berbagai jumlah bukti yang harus diperoleh dengan mengubah luas pengujian substantive yang dilakukan. Luas dalam pratik mengandung arti banyaknya hal ( items) atau besarnya sampel yang terhadapnya dilakukan pengujian atau diterapkan prosedur tertentu. Besarnya yang akan diuji membutuhkan pertimbangan professional. Penentuan sample secara statistik dalam pengujian substantif dapat dilakukan untuk membantu auditor dalam menentukan ukuran sampel yang diperlukan untuk mencapai suatu tingkat risiko deteksi yang telah ditetapkan.    
        
C.     PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
Tujuan audit suatu laporan keuangan secara keseluruhan adalah untuk menyatakan pendapat apakah laporan klien telah disajikan secara wajar dalam segala hal yang material sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku. Auditor juga menetapkan berbagai tujuan audit khusus untuk setiap rekening berdasarkan lima kategori asersi laporan keuangan. Dalam merancang pengujian substantif, auditor harus menentukan bahwa pengujian yang tepat telah diidentifikasi untuk mencapai setiap tujuan audit spesifik yang berkaitan dengan setiap asersi. Apabila hal ini dilakukan untuk setiap rekening, maka tujuan keseluruhan akan tercapai.    

D.    CONTOH PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
Keputusan auditor sehubungan dengan rancangan pengujian substantif harus didokumentasikan dalam kertas kerja dalam bentuk program audit tertulis (SA 311.09). Program audit adalah daftar prosedur – prosedur audit yang harus dilakukan. Prosedur – prosedur biasanya tidak didaftar menurut asersi atau tujuan khusus audit dengan maksud untuk menghindari pengulangan prosedur yang diterapkan pada lebih dari satu asersi atau tujuan.
Sebagai tambahan dalam daftar prosedur audit, setiap program audit harus memiliki kolom – kolom untuk suatu referensi silang ke kertas kerja lain yang berisi bukti yang diperoleh dari setiap prosedur (bila memungkinkan); paraf auditor yang melaksanakan masing – masing prosedur; dan tanggal pelaksanaan prosedur diselesaikan.
Dalam praktik, auditor kadang – kadang membuat rincian yang berbeda untuk hal–hal tertentu dalam program auditnya. Sebagai contoh ditunjukkan secara lebih rinci tentang rencana sampel, termasuk besarnya sampel untuk berbagai pengujian dalam program audit itu sendiri. Namun dalam keadaan bagaimanapun program audit hendaknya cukup detil agar dapat memberikan :
·        Garis – garis besar pekerjaan yang akan dilakukan
·        Dasar untuk koordinasi, supervisi, dan pengawasan audit
·        Catatan mengenai pekerjaan yang dilakukan

E.     RERANGKA UMUM PENGEMBANGAN PROGRAM AUDIT UNTUK PENGUJIAN SUBSTANTIF
Perencanaan Awal
(1)   Identifikasi asersi-asersi laporan keuangan yang harus dicakup oleh program audit misalkan asersi-asersi keberadaan atau keterjadian, kelengkapan hak dan kewajiban, penilaian atas pengalokasian, dan penyajian atau pengungkapan yang berkaitan dengan saldo akhir persediaan.
(2)   Kembangkan tujuan-tujuan audit spesifik untuk setiap kategori asersi
(3)   Tentukan risiko bawaan dan risiko pengendalian dan tentukan pula tingkat risiko deteksi akhir untuk setiap asersi, sejalan dengan tingkat risiko audit keseluruhan dan tingkat materialitas yang dapat diterima.
(4)   Berdasarkan pengetahuan yang diperoleh dari prosedur-prosedur untuk mendapatkan pemahaman mengenai kebijakan dan prosedur pengendalian intern yang relevan, catatan akuntansi, dokumen pendukung dan proses akuntansi (termasuk alur audit) dan proses pelaporan keuangan yang berhubungan dengan asersi-asersi.
(5)   Pertimbangkan pilihan – pilihan yang berhubungan dengan perancangan pengujian substantif.
Program Audit dalam Penugasan Pertama
Dalam suatu penugasan pertama, spesifikasi pengujian substantif yang detil dalam program audit biasanya belum akan disusun secara lengkap hingga selesainya kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern dan ditentukannya tingkat risiko deteksi yang dapat diterima untuk setiap asersi signifikan. Dua hal yang memerlukan pertimbangan khusus dalam merancang program audit untuk audit sebagai penugasan pertama adalah penentuan ketepatan saldo-saldo awal rekening pada periode yang diaudit; dan penentuan prinsip-prinsip akuntansi yang digunakan pada periode yang lalu sebagai dasar untuk menentukan konsistensi penerapan prinsip tersebut pada periode berjalan.
Program Audit Dalam Penugasan Ulangan
Dalam suatu penugasan ulangan, auditor memiliki akses pada semua program yang digunakan pada periode yang lalu dan kertas kerja yang berkaitan dengan program tersebut. Dalam situasi demikian, startegi awal audit biasanya ditetapkan auditor berdasarkan asumsi bahwqa tingkat risiko dan program audit untuk pengujian substantif yang digunakan pada periode yang lalu akan tepat digunakan pada periode berjalan. Oleh karena itu, program audit untuk penugasan tahun berjalan seringkali disusun sebelum auditor menyelesaikan kegiatan mempelajari dan menilai struktur pengendalian intern.      

F.      PERTIMBANGAN KHUSUS DALAM PERANCANGAN PENGUJIAN SUBSTANTIF
(1)         REKENING-REKENING LABA RUGI
Secara tradisional pengujian detil saldo rekening lebih difokuskan pada rekening-rekening laporan keuangan yang disajikan dalam neraca (rekening riil) dibandingkan dengan rekening-rekening laba rugi (rekening nominal). Pendekatan ini efisien dan logis karena setiap rekening laba rugi pasti akan terkait dengan satu atau lebih rekening neraca. Semua kategori asersi berlaku pula pada rekening-rekening laba-rugi, kecuali asersi hak dan kewajiban. Sehubungan dengan adanya keterkaitan ini, maka apabila dibandingkan dengan pengujian substantif untuk rekening-rekening neraca, pengujian atas rekening-rekening laba rugi lebih ditekankan pada prosedur analitis dan kurang pada pengujian detil.

Prosedur Analitis untuk Rekening-Rekening Laba Rugi
Prosedur analitis bisa menjadi alat audit yang sangat ampuh dalam mendapatkan bukti tentang saldo-saldo rekening laba rugi. Jenis pengujian substantif ini bisa digunakan secara langsung atau tidak langsung. Pengujian langsung terjadi apabila sebuah rekening pendapatan atau rekening biaya dibandingkan dengan data yang relevan untuk menentukan kewajaran saldonya. Pengujian tak langsung terjadi apabila bukti mengenai saldo laba rugi berasal dari hasil prosedur analitis yang diterapkan pada pengujian saldo neraca yang berkaitan. Dalam keadaan tertentu auditor bisa memilih untuk menggunakan prosedur analitis hanya sebagai pengujian langsung atas beberapa saldo rekening laba rugi.

Pengujian Detil untuk Rekening-rekening Laba Rugi
Apabila bukti yang diperoleh dari prosedur analitis dan dari pengujian detil atas rekening neraca yang berkaitan tidak mengurangi risiko deteksi pada tingkat rendah yang dapat diterima, maka diperlukan pengujian detil langsung atas asersi-asersi yang berhubungan dengan rekening laba rugi. Hal ini terjadi apabila :
·        Risiko bawaan tinggi
·        Risiko pengendalian tinggi
·        Prosedur analitis menunjukkan adanya hubungan tidak biasa dan fluktuasi tak diharapkan
·        Rekening memerlukan analisis.



(2)         REKENING-REKENING YANG BERKAITAN DENGAN ESTIMASI AKUNTANSI
Estimasi akuntansi adalah perkiraan mengenai suatu elemen laporan keuangan, pos, atau rekening yang terjadi bila tidak bisa diukur secara pasti. Estimasi akuntansi mempunyai pengaruh signifikan terhadap laporan keuangan perusahaan. PSA No. 37, Audit atas Estimasi Akuntansi (SA 342.07) menyatakan bahwa tujuan auditor dalam mengevaluasi estimasi akuntansi adalah untuk memperoleh bukti audit kompeten yang cukup untuk memberikan keyakinan memadai bahwa semua estimasi akuntansi yang material bagi laporan keuangan telah ditetapkan; estimasi akuntansi tersebut masuk akal dalam kondisi yang bersangkutan; estimasi akuntansi disajikan sesuai dengan prinsip akuntansi yang berlaku dan diungkapkan secara memadai.
Struktur pengendalian intern perusahaan bisa mengurangi kemungkinan terjadinya salah saji material yang berasal dari estimasi akuntansi dan oleh karenanya mengurangi luasnya pengujian substantif.

(3)         REKENING-REKENING BERKAITAN DENGAN TRANSAKSI DENGAN PIHAK YANG MEMILIKI HUBUNGAN ISTIMEWA
Auditor harus mengidentifikasi transaksi dengan pihak yang memiliki hubungan istimewa, dalam rangka membuat perencaaan audit. Tujuan auditor dalam pengauditan atas transaksi-transaksi yang dilakukan dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa adalah untuk mendapatkan bukti mengenai tujuan, sifat dan luasnya transaksi iniserta dampaknya terhadap laporan keuangan.
Dalam melakukan audit atas transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa, auditor tidak diharapkan untuk menentukan apakah suatu transaksi tertentu akan terjadi, seandainya pihak-pihak yang bersangkutan tidak memiliki hubugan yang istimewa, dan berapa harga pertukaran dan termin yang seajarnya digunakan. Tujuan auditor dalam hal ini adalah menentukan substansi transaksi dengan pihak-pihak yang memiliki hubungan istimewa dan pengaruhnya terhadap laporan keuangan.

Thursday, October 29, 2009

Control Strategies

Control Strategies

Reductions in air pollution can be achieved by a variety of methods including pollution prevention, control technologies, and control measures, and may be implemented through regulatory, market-based or voluntary programs. A control strategy may include a combination of different voluntary measures or mandatory controls, may focus on one or several pollutants or sources of air pollution, and can be implemented on a local, regional, national, or international scale. Energy efficiency, process changes,, and solventless coatings are examples of pollution prevention strategies. Many of the air quality improvements to date have been achieved through technological developments. Air pollution control technologies have achieved stunning results in reducing emissions from the manufacturing and mobile source sectors by as much as 90 to 99 percent. Continuing advances in both pollution prevention and air pollution control technology should enable further emissions reductions to offset increased emissions caused by continued population growth and worldwide economic development.

Related links about Control Strategies


Subtopics


Mercury and Other Toxic Air Pollutants

Control of mercury emissions is based upon reduction of the emissions and pollutant releases into the atmosphere by the industries that use mercury within their processes, emit mercury or dispose of products containing mercury, such as thermometers. In the U.S., national emission standards for hazardous air pollutants (NESHAPS) have been established for industries emitting toxic air emissions that require the use of Maximum Achievable Control Technology (MACT) for compliance. For example, mercury NESHAP/MACT standards have been promulgated for hazardous and municipal waste incineration, commercial/industrial boilers, chlor-alkali plants, and portland cement kilns. Strategies for controlling mercury and other toxic air pollutants include pollution prevention measures, including product substitution, process modification, work-practice standards and materials separation; coal cleaning (relevant to mercury control); flue gas treatment technologies; and alternative strategies. Significant sources of toxic air pollution are motor vehicles, so programs to reduce emissions from cars, trucks and buses also decrease concentrations of toxic air pollutants. These programs include reformulated gasoline, the national low emission vehicle (NLEV) program, and gasoline sulfur control requirements, among others.

about Mercury and Other Toxic Air Pollutants

Ozone

Ozone control strategies generally target nitrogen oxides (NOx) and volatile organic compounds (VOCs), the primary contributors to ozone formation in the troposphere. Control strategies may comprise a set of regulations that specify emission limits and/or control equipment that are deemed to be reasonable available control technology (RACT), best available control technology (BACT), lowest achievable emission rates (LAER), depending on the severity of the air pollution problem in the area. NOx and VOC control equipment or programs may address specific industrial processes;on-road vehicles; nonroad equipment such as locomotives; or nonpoint sources such as small industrial boilers, dry cleaners, and consumer solvents. Pollution prevention measures such as use of non- or low-VOC content solvents and coatings can also be part of an effective ozone control strategy.

Related links about Ozone

Particle Pollution

Particle pollution, or particulate matter (PM) pollution control strategies reduce primary PM emitted directly by a source, or PM precursor emissions (NOx, SOx, VOC, and ammonia) that react in the atmosphere to form fine PM. Control strategies could include a set of regulations that specifies emission limits in either mass or opacity units. PM control equipment or programs may address specific industrial processes; nonroad equipment such as locomotives and other equipment that burns diesel fuel; and nonpoint sources such as dust from agricultural activities and travel on paved and unpaved roads, and smoke from fireplaces and woodstoves.

CONVENTION ON TERRITORIAL ASYLUM

CONVENTION ON TERRITORIAL ASYLUM

The governments of the Member States of the Organization of American States, desirous of concluding a Convention regarding Territorial Asylum, have agreed to the following articles:

Article I

Every State has the right, in the exercise of its sovereignty, to admit into its territory such persons as it deems advisable, without, through the exercise of this right, giving rise to complaint by any other State.

Article II

The respect which, according to international law, is due the Jurisdictional right of each State over the inhabitants in its territory, is equally due, without any restriction whatsoever, to that which it has over persons who enter it proceeding from a State in which they are persecuted for their beliefs, opinions, or political affiliations, or for acts which may be considered as political offenses.

Any violation of sovereignty that consists of acts committed by a government or its agents in another State against the life or security of an individual, carried out on the territory of another State, may not be considered attenuated because the persecution began outside its boundaries or is due to political considerations or reasons of state.

Article III

No State is under the obligation to surrender to another State, or to expel from its own territory, persons persecuted for political reasons or offenses

Article IV

The right of extradition is not applicable in connection with persons who, in accordance with the qualifications of the solicited State, are sought for political offenses, or for common offenses committed for political ends, or when extradition is solicited for predominantly political motives.

Article V

The fact that a person has entered into the territorial Jurisdiction of a State surreptitiously or irregularly does not affect the provisions of this Convention.

Article VI

Without prejudice to the provisions of the following articles, no State is under the obligation to establish any distinction in its legislation, or in its regulations or administrative acts applicable to aliens, solely because of the fact that they are political asylees or refugees.

Article VII

Freedom of expression of thought, recognized by domestic law for all inhabitants of a State, may not be ground of complaint by a third State on the basis of opinions expressed publicly against it or its government by asylees or refugees, except when these concepts constitute systematic propaganda through which they incite to the use of force or violence against the government of the complaining State.

Article VIII

No State has the right to request that another State restrict for the political asylees or refugees the freedom of assembly or association which the latter State's internal legislation grants to all aliens within its territory, unless such assembly or association has as its purpose fomenting the use of force or violence against the government of the soliciting State.

Article IX

At the request of the interested State, the State that has granted refuge or asylum shall take steps to keep watch over, or to intern at a reasonable distance from its border, those political refugees or asylees who are notorious leaders of a subversive movement, as well as those against whom there is evidence that they are disposed to join it.

Determination of the reasonable distance from the border, for the purpose of internment, shall depend upon the judgment of the authorities of the State of refuge.

All expenses incurred as a result of the internment of political asylees and refugees shall be chargeable to the State that makes the request.

Article X

The political internees referred to in the preceding article shall advise the government of the host State whenever they wish to leave its territory. Departure therefrom will be granted, under the condition that they are not to go to the country from which they came; and the interested government is to be notified.

Article XI

In all cases in which a complaint or request is permissible in accordance with this Convention, the admissibility of evidence presented by the demanding State shall depend on the judgment of the solicited State.

Article XII

This Convention remains open to the signature of the Member States of the Organization of American States, and shall be ratified by the signatory States in accordance with their respective constitutional procedures.

Article XIII

The original instrument, whose texts in the English, French, Portuguese, and Spanish languages are equally authentic, shall be deposited in the Pan American Union, which shall send certified copies to the governments for the purpose of ratification. The instruments of ratification shall be deposited in the Pan American Union this organization shall notify the signatory governments of said deposit.

Article XIV

This Convention shall take effect among the States that ratify it in the order in which their respective ratifications are deposited.

Article XV

This Convention shall remain effective indefinitely, but may be denounced by any of the signatory States by giving advance notice of one year, at the end of which period it shall cease to have effect for the denouncing State, remaining, however, in force among the remaining signatory States. The denunciation shall be forwarded to the Pan American Union which shall notify the other signatory States thereof.

RESERVATIONS

Guatemala

We make express reservation to Article III (three) wherein it refers to the surrender of persons persecuted for political reasons or offenses; because according to the provisions of our Political Constitution, we maintain that such surrender of persons persecuted for political reasons may never be carried out.

We affirm, likewise, that the term "internment" in Article IX means merely location at a distance from the border.

Dominican Republic

The Delegation of the Dominican Republic subscribes to the Convention on Territorial Asylum, with the following reservations:

Article I. The Dominican Republic accepts the general principle embodied in that article in the sense that, "Every State has the right to admit into its territory such persons as it deems advisable", but it does not renounce the right to make diplomatic representation to any other State, if for considerations of national security it deems this advisable.

Article II. It accepts the second paragraph of this article with the understanding that the latter does not affect the regulations of the frontier police.

Article X. The Dominican Republic does not renounce the right to resort to the procedures for pacific settlement of international disputes that may arise from the exercise of territorial asylum.

Mexico

The delegation of Mexico makes express reservation to Articles IX and X of the Convention regarding territorial asylum because they are contrary to the individual guarantees enjoyed by all the inhabitants of the Republic in accordance with the Political Constitution of Mexico.

Peru

The delegation of Peru makes reservation to the text of Article XIII of the Convention regarding Territorial Asylum, insofar as it differs from Article VI of the draft proposal of the Inter-American Council of Jurists, with which the delegation concurs.

Honduras

The delegation of Honduras gives its approval to the Convention regarding Territorial Asylum with reservations with respect to those articles opposed to the Constitution and to the laws in force in the republic of Honduras.

Argentina

The delegation of Argentina has voted in favor of the Convention regarding Territorial Asylum, but makes express reservations in regard to Article VII, as it believes that the latter does not duly consider nor satisfactorily resolve the problem arising from the exercise, on the part of political asylees, of the right of freedom of expression of Thought.

IN WITNESS WHEREOF, the undersigned Plenipotentiaries, having presented their plenary powers which have been found in good and satisfactory form, sign this Convention in the name of their respective Governments, in the city of Caracas, this twenty-eighth day of March, one thousand nine hundred and fifty-four.